EMPAT KOMPONEN UTAMA KURIKULUM (Evaluasi)

Langkah-langkah yang telah dikemukakan oleh ketiga ahli kurikulum di postingan sebelumnya menggambarkan aspek-aspek atau komponen-komponen utama yang harus dikembangkan dalam setiap kegiatan pengembangan kurikulum. Aspek atau komponen tersebut adalah:
  1. tujuan,
  2. isi/bahan,
  3. strategi pembelajaran, dan
  4. evaluasi. 

Uraian berikut lebih diarahkan pada pembahasan mengenai aspek ketiga dalam komponen utama kurikulum.

komponen utama Kurikulum (evaluasi)

4. Evaluasi

Kegiatan evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan di dalampengembangan suatu kurikulum, baik pada level makro maupun mikro.Komponen evaluasi ini ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan-tujuanyang telah ditentukan, serta menilai proses implementasi kurikulum secarakeseluruhan, termasuk juga menilai kegiatan evaluasi itu sendiri. Hasil darikegiatan evaluasi ini dapat dijadikan sebagai umpan balik (feedback) untukmengadakan perbaikan dan penyempurnaan pengembangan komponen-komponen kurikulum. Pada akhirnya hasil evaluasi ini dapat berperansebagai masukan bagi penentuan kebijakan-kebijakan pengambilankeputusan kurikulum khususnya, dan pendidikan pada umumnya, baik bagi para pengembang kurikulum dan para pemegang kebijakan pendidikan,maupun bagi para pelaksana kurikulum pada tingkat lembaga pendidikan (seperti guru dan kepala sekolah). 

Pada awal perkembangannya, konsep evaluasi banyak sekali dipengaruhi secara dominan oleh konsep pengukuran (measurement), salah satunya misalnya konsep yang dikemukakan oleh Ralph W. Tyler (1975). Ia mengungkapkan bahwa proses evaluasi ini merupakan proses yang sangat esensial guna mengetahui apakah tujuan (objectives) secara nyata telah terealisasikan. Lebih jauh dikatakan bahwa “evaluation is the process for determining the degree to which these changes in behavior are actually taking place”. Sementara itu, Hilda Taba (1962: 312) juga berpendapat bahwa secara prinsipil yang menjadi fokus dari evaluasi ini adalah   tingkatan di mana siswa mencapai tujuan (the degree to which pupils attain ... objectives). Pengertian-pengertian evaluasi tersebut lebih diarahkan atau berorientasi kepada perubahan perilaku dan lebih mementingkan hasil atau produk belajar, kurang memperhatikan proses dan kondisi-kondisi belajar yang memengaruhi hasil belajar. Menurut Hamid Hasan (1988) pengertian evaluasi seperti itu sudah dianggap tidak lagi memenuhi makna evaluasi yang sesungguhnya. Apa yang dikemukakan Tyler mengenai perubahan tingkah laku siswa hanyalah merupakan salah satu aspek kajian evaluasi, baik evaluasi pendidikan maupun evaluasi kurikulum.

Perkembangan selanjutnya, dari konsep evaluasi ini menurut Hamid Hasan (1988) berpegang pada satu konsep dasar, yaitu adanya pertimbangan (judgement). Dengan pertimbangan inilah, ditentukan nilai atau worth/merit dari sesuatu yang sedang dievaluasi. Tanpa pemberian pertimbangan bukanlah suatu kegiatan evaluasi. Pernyataan tersebut merupakan rangkuman dari berbagai pendapat para ahli evaluasi, seperti Scriven, Stake, Weiss, Pophan, Patton, Guba, Cronbach, dan banyak lagi yang lainnya. Berdasarkan rangkuman tersebut kemudian dirumuskan pengertian evaluasi itu sebagai suatu proses pemberian pertimbangan mengenai nilai dan arti dari sesuatu yang dipertimbangkan. Sesuatu yang dipertimbangkan tersebut dapat berupa orang, benda, kegiatan, keadaan, atau suatu kesatuan tertentu. Pemberian pertimbangan tersebut haruslah berdasarkan kriteria tertentu, baik dari evaluan itu sendiri maupun dari luar evaluan. Dari pengertian tersebut, evaluasi lebih dianggap sebagai suatu proses, bukan suatu hasil (produk). 

Apabila diperhatikan, nampaknya konsep evaluasi sebagai suatu proses pemberian pertimbangan tentang nilai dan arti ini dalam pelaksanaannya masih belum terealisasikan sebagaimana mestinya. Kegiatan evaluasi yang dilaksanakan, terutama di Indonesia, masih menekankan pada evaluasi terhadap hasil (produk). Hal ini sejalan dengan pendapat Zais (1976) bahwa dewasa ini penekanan evaluasi selalu dipusatkan pada evaluasi hasil (product evaluation) yang dicapai oleh siswa. Menurutnya, hal tersebut didasarkan pada model teknik (technical model) dalam pengembangan kurikulum, di mana siswa dianggap sebagai raw material.

Konsep evaluasi kurikulum dapat dipandang secara luas, yaitu mencakup evaluasi terhadap seluruh komponen dan kegiatan pendidikan, tetapi dapat pula dibatasi secara sempit yang hanya ditekankan pada hasil-hasil atau perilaku yang dicapai siswa. Luas atau sempitnya suatu evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuannya. Jadi, dalam hal ini yang menjadi penentu adalah faktor tujuan yang diharapkan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ronald C. Doll (1974) yang menjadikan orientasi terhadap tujuan sebagai salah satu syarat atau karakteristik dari evaluasi. Karakteristik lainnya, yaitu: dinyatakan dalam bentuk nilai-nilai (values and valuing), mencakup keseluruhan (comprehensiveness), berkelanjutan (continuity), memiliki nilai diagnostik dan kesahihan (diagnostic worth and validity) dan evaluasi tersebut harus terintegrasi atau utuh bukan sesuatu yang lepas-lepas
(integration).

Pada bagian lainnya Doll mengemukakan dua dimensi yang harus ada dalam evaluasi, yaitu dimensi kuantitas (the dimension of quantity) dan dimensi kualitas (the dimension of quality). Dimensi pertama berhubungan dengan berapa banyak program-program yang dievaluasi (how much of the program is to be evaluated?), sedangkan dimensi kedua berhubungan dengan tujuan-tujuan apa saja yang disoroti dalam evaluasi dan bagaimana kualitas dari pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Kemudian, di dalam proses evaluasinya Doll mengungkapkan tiga variabel, yaitu variabel input (karakteristik siswa), variabel output (apa yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar), serta variabel treatment (metode mengajar, subject matter, ukuran kelas, karakteristik siswa lain, dan karakteristik guru). Ketiga kelompok variabel tersebut saling berinteraksi satu dengan lainnya.

Untuk memperoleh gambaran yang komprehensif mengenai kualitas suatu kurikulum yang dievaluasi, terdapat beberapa komponen atau dimensi yang perlu dijadikan sasaran atau lingkup evaluasi. Nana Sudjana dan R. Ibrahim (1989) dalam hal ini mengemukakan tiga komponen, yaitu komponen program pendidikan, komponen proses pelaksanaan, dan komponen hasil-hasil yang dicapai. Suatu program pendidikan dinilai daritujuan yang ingin dicapai, isi program yang disajikan, strategi belajarmengajar yang diterapkan, serta bahan-bahan ajar yang digunakan. Prosespelaksanaan yang dijadikan sasaran penilaian/evaluasi terutama prosesbelajar mengajar yang berlangsung di lapangan, sedangkan hasil-hasil yangdicapai mengacu pada pencapaian tujuan jangka pendek maupun jangka panjang.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "EMPAT KOMPONEN UTAMA KURIKULUM (Evaluasi)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel